Ketika Bryan Robson menentukan eksekutor penalti untuk adu tos tosan di Euro 1996, Ia tidak berpikir banyak. Asisten pelatih Terry Venables saat itu hanya menanyai para pemain apakah mau atau tidak menjadi eksekutor. Tidak terkecuali Gareth Southgate, yang mengiyakan untuk menjadi eksekutor, padahal ia hanya sekali menjadi eksekutor penalti di Crystal Palace.
Hasilnya, Andreas Kopke sukses menyelamatkan penalti lemah Gareth Southgate dan membuat Jerman melaju ke Final Euro 1996. Inggris adalah gudangnya kesialan di babak adu penalti, dan kini, FA, akhirnya turun tangan menangani masalah mengakar ini. Mantan Kepala Strategi dan Performa FA, Dave Reddin, mengungkapkan di The Athletic, bagaimana FA, menyelesaikan masalah penalti yang cukup krusial bagi Inggris.
Saat itu, Dave membawa Ryhs Long, mantan tim statistik Welsh Rugby Union. Rhys bukanlah orang sembarangan, ia adalah pakar statistik nomor wahid di Britania Raya, dan ketika mulai bekerjasama dengan FA, Rhys menemukan masalahnya. Dimulai dari cara berlari, urutan penendang hingga cara mengurangi tekanan kepada sang eksekutor.
Rhys berkesimpulan, penalti pertama adalah kunci, Inggris harus menang tos koin dan menjadi penendang pertama. Lalu, cara berlari, kaki terkuat harus menjadi penghentak pertama gerakan lari sebelum melakukan eksekusi, tujuannya, untuk memberikan tenaga ketika penalti ditendang. Yang ketiga adalah statistik mencatat, penendang keempat adalah yang paling sering gagal, cara menghindarinya adalah, 4 penendang awal, haruslah 4 eksekutor utama tim.
Lalu yang terakhir, pemain harus segera mengeksekusi penalti kurang dari satu detik setelah wasit meniup peluit. Ben Lyttleton, penulis buku Twelve Yards : The Art and Psychology of the perfect penalty kick, menjelaskannya. Penendang penalti hanya punya fokus selama 0,6 detik setelah wasit meniup peluit, sehingga bola harus segera dieksekusi kurang dari waktu tersebut.
Itulah alasan, rata rata pemain Inggris mengeksekusi penalti rata rata 0,28 detik setelah wasit meniup peluit, sebagai perbandingan, Usain Bolt mulai berlari dalam waktu 0,17 detik setelah wasit menembak. Ini yang mengevolusi pemain pemain Inggris, dan Harry Kane adalah contoh yang sempurna. Harry Kane, mengkomposisikan dirinya untuk segera mengeksekusi bola, dengan kekuatan yang tepat dan arah yang sulit dibaca kiper.
Lalu bagaimana dengan penjaga gawang? Di sepak bola 70 hingga 90 an, kiper hanya akan membaca gestur eksekutor, tapi FA sekali lagi, mengubah cara pandang tersebut. Kiper tidak lagi hanya bersiap ketika penendang mengeksekusi, kiper harus tau urutan eksekutor, dan Jordan Pickford mengakuinya.
"Saya melakukan banyak riset," ujar Pickford. "Ketika Piala Dunia 2018 (melawan Kolombia), saya menebak semua arah penendang, hanya Falcao yang mengubah arah eksekusinya," ujar Pickford. Bahkan, cara pemain meletakkan bola adalah gesture yang wajib dibaca, pasalnya, pemain yang meletakkan bola ke kiri titik, akan megeksekusi bola ke kanan atau atas.
Data yang dihimpun Statsbomb menyebut, eksekusi ke arah kiri penjaga gawang, 34 persen berpeluang gagal dibanding yang ke arah kanan sebesar 22 persen. Ini yang menjadi dasar bagi Pickford dan Inggris untuk arah eksekusi. Terakhir, apabila ada penendang gagal, tidak boleh ada satupun pemain yang memberikan gestur negatif, pemain diwajibkan untuk tetap positif dan memberi dukungan untuk eksekutor lainnya.
Data ini, sudah disiapkan sejak 2014 lalu, dan apakah evolusi taktik penalti ini mampu membawa Inggris menuju Final Piala Euro 2021?